Kopra berasal dari
daging buah kelapa (Cocos nucifera. L) dan umumnya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan minyak kelapa. Kopra biasanya diproses secara tradisional oleh
masyarakat. Biaya produksinya relatif rendah jika dibanding pengolahan daging
kelapa menjadi produk santan kering atau minyak goreng. Kopra dihasilkan dari
daging buah kelapa yang dikeringkan dengan cara dijemur atau menggunakan alat
pengering buatan dengan cara pengasapan atau pemanasan secara tidak langsung.
Pengeringan buatan atau penjemuran untuk menurunkan kadar air daging kelapa
sekitar 50 % (b/b) menjadi 6 % (b/b) mencegah pembusukan oleh mikrobia, dan
menaikkan kadar minyak. Pengasapan langsung akan menghasilkan kopra dengan mutu
yang tidak kalah baik jika dibanding kopra hasil pemanasan tidak langsung
karena asap panas tidak bersinggungan langsung dengan komoditas. Salah satu
persyaratan yang diminta dalam perdagangan kopra adalah kadar asam lemak bebas
(FFA) maksimum 5%. (Suharyani, 2019)
Setiap kilogram kopra
membutuhkan bahan baku antara 6-8 butir kelapa, tergantung besar dan tebal
daging buah kelapanya. Harga kopra dari setiap daerah penghasil sangat
bervariasi. Selama penyimpanan, kopra dapat mengalami kerusakan. Sebab-sebab
kerusakan kopra selama penyimpanan antara lain : kurang sempurnanya
pengeringan, penyimpanan yang kurang baik, praktek-praktek dalam perdagangan,
yaitu mencampur kopra baik dengan kopra jelek. Kopra yang kurang kering dapat
berakibat pada terjadinya kenaikan kandungan asam lemak bebas selama
penyimpanan. Mikrobia yang potenswwial tumbuh pada daging buah kelapa dengan
berbagai kadar air antara lain adalah sebagai berikut : Aspergillus flavus
(kuning-hijau), A. niger (hitam), Rhizopus nigricans (putih yang akhirnya
kelabu-hitam) pada kadar air 20 – 50%, A. flavus, A. niger, R. nigricans pada
kadar air 12 – 20 %, A. Tamarii, A. glaucus sp. pada kadar air 8 – 12 %, serta
Penicillium (hijau) dan A.glaucus (putih-hijau) pada kadar air < 8 %.
(Anisa, 2013)
Selama ini pengolahan
pascapanen buah kelapa dilakukan untuk menghasilkan kopra. Dengan teknologi
sederhana kopra dapat diproduksi dengan cara pengeringan alami menggunakan
sinar matahari dan pengasapan. Dengan metoda ini pasokan kopra sangat
dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Dengan demikian harga kopra juga akan mengalami
naik turun secara tidak stabil dan sulit diprediksi.
Kopra putih adalah
jenis kopra yang bermutu tinggi, berwarna putih mutiara dan coklat terang,
bersih, higienis, berbau harum, tidak terkontaminasi aflatoksin, jamur, kotoran
dan unsur-unsur berbahaya bagi kesehatan manusia. Pembuatan kopra putih
merupakan upaya mengubah kebiasaan membuat kopra secara tradisional untuk
meningkatkan kualitas hasil produksi kopra dan mendapatkan nilai tambah
sehingga berdampak positif terhadap peningkatan penghasilan petani pemilik
kebun kelapa.
Minyak yang dihasilkan
dari kopra putih digunakan terutama untuk minyak makan/goreng dan untuk minyak
campuran (edible oil) untuk produk maragarin, kosmetik, parfum, sabun,
pelembab, campuran coklat, es krim, bahan farmasi dan kebutuhan industri
lainnya (Manado Post 2014). Kualitas kopra putih jauh lebih baik dari kualitas
kopra asapkarena kopra putih memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
kopra asap. Kelebihan itu diantaranya kopra putih memiliki kadar air yang cukup
rendah hingga 6% (Tabel 3), kopra putih relatif bebas dari serangan cendawan
dan warnanya jauh lebih putih dan bersih. Kopra putih juga bebas dari aroma
yang ditimbulkan dari proses pengasapan sehingga aroma asli kopranya jauh lebih
dominan.
Dengan kualitas seperti
itu, kopra putih jauh lebih disukai oleh kalangan industri minyak kelapa karena
produk yang dihasilkan sangat jernih dengan kualitas tinggi (Media Industri
2016).
Di Kabupaten Halmahera
Selatan, Kopra putih belum dibproduksi oleh petani kelapa, Sampai
saat ini petani/pemilik perkebunan kelapa di Kabupaten Halmahera Selatan masih
membuat kopra secara tradisional melalui metode pengasapan dan pengeringan
sinar matahari. Metoda ini menghasilkan kopra yang kurang higienis, tercemar
asap, jamur dan kotoran lain yang berbahaya untuk kesehatan serta kandungan air
tinggi (15%- 22%). Disamping itu kopra yang dihasilkan juga berwarna coklat
sampai coklat kehitaman, dan mudah rusak karena serangan mikroorganisme.
Kualitas kopra seperti ini perlu ditingkatkan untuk menghasilkan produk kopra
yang berkualitas yang dapat menjadi suatu produk unggulan.
Keterkaitan akar permasalahan
yang dihadapi adalah:
1. Produksi masih
tergantung pada kondisi cuaca. Dengan teknik produksi yang demikian menyebabkan
pasokan masih belum kontinyu, terutama untuk memenuhi lonjakan permintaan yang
mendadak.
2. Kualitas produk
masih kurang bagus dan tidak seragam. Kualitas ini ditunjukkan oleh: warna
produk yang kurang menarik (coklat tua), bau kopra yang langu akibat
pengasapan, dan kadar air yang masih cukup tinggi (sekitar 17%). Dengan
karakteristik produk yang demikian menyebabkan kopra tidak tahan lama. Akibat 1
dan 2, harga kopra menjadi tidak stabil dan cenderung rendah (Rp 5.700,00 per
kg). Dalam kondisi ini produsen kopra berada dalam bargaining position yang
lemah terhadap harga kopra di pasaran.
Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Ketahanan pangan, berinisiatif membuat suatu terobosan inovasi
baru, dengan merancang suatu konsep pengolahan buah kelapa menjadi kopra putih,
diharapkan dapat menjadi agent of change untuk transfer teknologi kepada
produsen kopra. Diperlukan proses peningkatan nilai tambah (added value) kopra agar
lebih bernilai jual. Ada beberapa solusi yang dapat ditawarkan yaitu sebagai
berikut :
1.
Pengering kopra. Kegiatan yang dilakukan
adalah penyuluhan dan pelatihan penggunaan alat pemroses untuk penanganan
pascapanen kelapa.
2.
Penyuluhan dan pelatihan tentang
penanganan pasca produksi kopra: pengemasan/pengepakan produk yang memenuhi
syarat sehingga kualitas kopra dapat ditingkatkan.
3. Penyuluhan tentang sifat fisik dan kimiawi kopra sebagai bahan baku minyak. Dengan mengetahui sifat fisik dan kimia kopra yang dihasilkan, diharapkan produsen kopra akan mengetahui hal-hal (secara fisik dan kimiawi) yang akan mempengaruhi kualitas kopra.
4.
Pemberdayaan instansi yang berkompeten
untuk lebih berperan aktif dalam membantu penanganan pascapanen dan
memungkinkan untuk menjadi media dalam memperoleh pasar sehingga petani memperoleh
harga yang kompetitif.
Dengan usulan-usulan
yang ditawarkan tersebut diharapkan dapat memberikan solusi kepada mitra
1. Pasokan
kopra dapat memenuhi permintaan, meskipun kondisi cuaca tidak memungkinkan
untuk berproduksi (proses pengeringan).
2. Kualitas
kopra dapat ditingkatkan dari sisi keseragaman warna dan aroma karena produksi
kopra dilakukan dengan kondisi atmosfer yang terkendali (waktu dan suhu
pengeringan dikontrol dengan menggunakan alat pengering).
Terobosan inovasi ini sudah berajalan sejak tahun 2021 kemarin, dimana Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Halmahera Selatan menurunkan 12 unit pengolahan kopra putih di beberapa kecamatan, dengan diresmikan serah terima bersama Bapak Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahra Selatan,